Jumat, 04 November 2011

cerpen



DEMI SAHABAT

“Eh Rini,Dina en loe Di nanti sore kumpul di rumah gue ya !”teriakan Doni yang seperti gak punya dosa itu menggelegar bak suara petir di siang bolong. “Dasar monyet kalau mau bicara sini dong !” Sambar Rini nggak kalah kenceng. Itulah kehidupan 4 remaja SMA salah satu SMA yang katanya top markotop. Mereka sudah berteman sejak SMP.

Kini meski sudah pakai seragam abu-abu mereka masih melanjutkan persahabatan yang katanya akan berlangsung sampai kakek nenek. Doni dan Rini duduk di kelas yang sama, namun saying Dina dan Adi tidak satu kelas dengan mereka. Namun mereka bilang it’s OKe, itu bukan penghalang buat persahabatan yang mereka jalin.

Walaupun bersahabat tak semuanya serba terbuka seperti hal cinta yang dialami oleh Dina. “Ri, aku mau cerita tapi jangan diketawain ya! “kata Dina di kamar Rini sore itu. “Ya deh gue diem, silahkan ambil suara semau perutmu. “balas Rini yang emang dari jaman purba sudah terkenal konyol, tolol, benjol, en cuek kayak bebek. Dan selama inin belum pernah terlihat murung apa lagi memproduksi air mata. “Ri, aku mencintai Doni maaf kalau aku baru bilang sekarang. Sebenarnya aku sudah mulai mencintainya sejak 2 tahun yang lalu. Aku baru bilang sekarang karena aku takut ini akan merusak persahabatan kita. Maafin aku Ri, aku juga nggak ingin ini terjadi, tapi………”kata Dina dengan terbata-bata. Memang Rini kali ini tiada tertawa. Dia hanya diam, seperti baru saja mendengar berita yang paling buruk di abad ini.

Keduanya sama-sama terdiam, membisu tanpa suara. Dina semakin merasa bersalah. Akhirnya keluar juga kata dari mulut Rini yang sebenarnya amat sulit diutarakan “Udahlah Din itu bukan salahmu, aku juga ndukung kamu kok!, Kalau kamu butuh bantuanku gue siap asal disiapin bakso aja !” Ujar Rini dengan lega. “benar Ri…? Makasih ya, kamu memang sahabatku yang paling baik. Tapi kamu mau kan menyimpan rahasia ini, demi persahabatan kita ini ?”kata Dina dengan wajah yang terlihat amat bahagia. Serta merta kedua sahabat cewek itu saling berpelukan. Dina amat bahagia. Selama bersahabat dengan Dina baru kali ini Rini melihat sahabatnya paling bahagia.

Setelah Dina pulang, Rini masuk kamar, dia sedang menarikan pulpennya diatas diary kesayangannya, sesekali mengusap air matanya yang menetes di pipinya, tanpa suara hanya desah nafasnya yang mengungkapkan keseduhannya yang amat dalam. Sebelum mengakhiri tulisannya, dibacanya diary itu.

Diaryku saying, entah mengapa aku bias merasakan kesedihan yang amat pedih bersamaan dengan kebahagiaanku yang tak terungkapkan. Mengapa ini harus terjadi kepadaku ? kamu tau kan diary, kalau aku sudah mencintai Doni jauh sebelum Dina mencintainya. Selama ini aku menyimpannya karena aku takut akan kehilangan Doni, Dina, dan Adi. Bagiku persahabatan kami lebih penting daripada kebahagiaanku sendiri.

Aku sudah memutuskan akan mengalah demi sahabatku, Dina. Baru sekarang aku melihatnya begitu bahagia, tak mau aku menghancurkan kebahagiaannya. Aku akan mengalah, aku akan menerima kesedihanku, asalkan Dina bisa bahagia terus seperti tadi. Aku akan tetap menyimpan dan memendam cintaku ini. Lagipula penyakitku terus menggerogoti hidupku yang tinggal beberapa minggu lagi. Hanya kamu diary, mama, papa, yang tahu penyakitku. Mama papa telah memegang janjinya untuk merahasiakan penyakitku dari siapapun. Aku bahagia sekali. Walaupun aku tak mendapat cinta Doni, biarlah aku pergi dengan melihat kebahagiaan sahabatku.

Rini menghapus air matanya. Dan segera menutup diarynya. “Rini ada telepon dari Doni. “seru mama Rini. Bergegas Rini meraih ganggang telepon itu. “hallo nyet, ada angina apa malem minggu gini telpon gue ?mau nraktir ya ? “cerocor Rini tanpa koma. “Eh Ri, gue tunggu loe di restoran boga. Sendirian ya. Pokoknya harus dating titik. Sambar Doni. Telepon ditutup. Rini masih sempat terbengong-bengong menerima telepon yang lebih pas kalo disebut maklumat itu.

Sampai di dalam restoran itu, Doni sudah menunggu. Sambil meneguk minuman, ia mendengarkan basa-basi Doni. Sebenarnya dia amat bahagia karena dapat berhadapan berdua dengan orang yang amat dicintainya. “Ri, sebenarnya aku sudah lama ingin bilang ama kamu kalo aku cyank ama kamu, aku mencintaimu. Aku ingin hubungan kitanlebih dari sekedar sahabat. Kamu cinta pertamaku. Aku memang bersalah karena telah menodain persahabatan kita dengan rasa cinta. Tapi….. “Doni sudah tak mampu lagi melanjutkan kalimatnya. “Don kamu serius nih kamu kesambet demit apa ? jawap Rini dengan nada sewajar mungkin. Walaupun hatinya bergejolak. “Aku serius Ri ! aku ingin tau perasaanmu padaku. Apakah tak ada sedikiypun rasa cinta untukku ? “sambung Doni dengan penuh rasa harap. “Doni, aku lebih senang kalo kita bisa bersama yang lain tanpa perasaan apapun selain ketulusan seorang sahabat. Maaf Don, sudah malem aku harus pulang. “Jawaban yang singkat itu menghentikan pertemuan yang selama ini sebenarnya didambakan oleh Rini.

Sampai di kamar Rini membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan. Dia sadar hanya itulah yang terbaik untuk persahabatan mereka, untuk Doni agar tidak punya pacar yang sebentar lagi akan pergi, dan terutama untuk Dina. “Doni sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu walaupun maut telah di depan mataku. “Rintih Rini di sela-sela tangisnya.

3 minggu setelah peristaewa itu berlalu, persahabatan mereka masih tetap lancer seperti tak terjdi apa-apa antara Doni dan Rini.

“Eh si Rini kemana sih Adi ? Dari tadi kog nggak lelihatan batang hidungnya ?”Tanya Doni dengan nada sewajar mungkin walaupun dia sangat khawatir. “Dia masuk rumah sakit, kata mamanya, pulang sekolah kita nanti kita disuruh nrngok tuan putrid di rumah sakit. “jaeab Adi juga dengan nada yang diwajar-wajarkan. Sementara itu Dina tak berkata apa-apa walaupun sebenarnya perasaannya tak enak. Mereka masing-masing merasakan kekhawatiran yang selama ini belum pernah dirasakan, apalagi karena Rini yang paling banter sakit pilek. Mereka kaget bagaimana Rini basa masuk rumah sakit.

Pelajaran ini tak ada yang masuk kepikiran tiga sekawan itu. Mereka berharap bek segera berbunyi. Akhirnya sampai juga mereka di rumah sakit. Mereka sudah disambut mama Rini yang berlinang air mata., “ini ada titipan dari Rini, kalian disuruh membaca dulu sebekum menengoknya,” Kata mama dengan suara lirih.

Maafih gue pke surat-suratan segala.
Habis keliatannya gue gak bakal bias ngomong langsung ama kalian. Mungkin saat kalian baca ini gue udah gak ada age. Maaf klo gue gak pernah cerita tentang sakit gue, soalnya gue takut kalian sedih dan ikut sakit.

Buat loe Doni, ada yang gue mau bilang. Lu jangan kaget ya. Sebenarnya ada orang lain yangv amat tulus mencintaimu melebihi apapun. Orang itu bernama Dina, sahabat kita. Hanya saja dia gak berani bilang takut kamu tolak katanya. Nah Doni, harus belajar mencintainya seperti dia mencintaimu, gue akan lebih tenang di sini kalo kalian jadi pasangan. Gue gak keberatan kok.

Buat Dina, maaf yea gue bongkar rahasia soalnya gak ada waktu age buat ngeliat loe berdua jadi pasangan. Tolong kamu tepatin janjimu untuk selalu mencintai Doni.

Nah yang terakhir buat Adi, sahabatku yang paling baik, alim dan pinter, tolongn kamu jaga pasangan baru kita tadi. Tolong kamu jdi penengah kalo mereka berentem, soalnya gue gak bakal bias ngobatin loe semua.

Buat kalian bertiga tolong teruskan persahabatan ini meskipun tinggal bertiga. Gue janji kalian bakal gue temenin meskipun dunia gue uda beda.

Setelah membaca surat terakhir dari Rini, Dina langsung pingsan. Tangan yang kokoh langsung membopongnya. 1minggu setelah kepergian Rini, Dina dan Doni sudah menjadi psangan kekasih. Sementara itu Adi seperti melihat bayangan Rini yang sedang tersenyum kea rah mereka bertiga. Namun hanya Adi yang bias melihat Rini, sahabatnya yang telah berkorban demi sahabatnya yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar